Rabu, 28 Juli 2010

Sepak Bola Tanpa Ruang Batas.

Olahraga sepak bola merupakan olahraga yang paling digandrungi dialam jagad raya ini. Meskipun tema diatas adalah tentang sepak bola, akan lebih realistisnya jika penulis mengupas dari segi global yang sedang dialami oleh bangsa kita saat ini. Sepak bola merupakan salah satu olahraga yang penulis yakini semua pasti bisa melakukannya. Akan tetapi kita sadar dengan apa yang dikatakan oleh filsuf lama yaitu ”serahkanlah sesuatu pada ahlinya”. Dengan ini hemat saya, kita dituntut untuk menyadari bahwa yang ahlilah yang dapat memainkan olahraga sepakbola dengan sebaik – baiknya. Dan yang tak kalah pentingnya pada kalimat filsuf diatas harus diadakan dalam tataran pengurus PSSI. Sekarang sepak bola kita (Indonesia), sedang mengalami masa transisi dari kegelapan menuju keterangan. Ketika kita terngiang melihat dan mendengar sponsor dilayar televisi yang mengatakan, ”kapan Indonesia bisa masuk piala dunia?”. Kita pasti merasa sedih, gundah dan mungkin akan semakin semangat untuk terlecut menggapainya. Akan lebih realistis jika penulis khususnya dan pembaca umumnya melihat realitas yang sedang dialami oleh sepak bola kita sekarang, artinya akan lebih ngejreng bila kita melihat kedalam dari dalam wajah persepak bolaan Indonesia.

Indonesia yang konon katanya kaya akan hasil alamnya dan luas wilayahnya memilih dari sebelas orang untuk mengisi line-up starter untuk mengisi barisan kesebelasan merah putih sangat sulit. Ini disebabkan oleh ogoisme para petinggi bola kita, (sebut saja PSSI), yang cenderung hobi melakukan pembinaan pemain instan. Alih – alih melakukan regenerasi pemain, PSSI malah ingin mengadopsi pemain asing. Kapan sepak bola kita (Indonesia) akan maju dan berjaya bila yang dibina pemain dari negara lain.

Pembinaan pemain instan PSSI, dapat kita lihat pada timnas U-23, yang dikirimkan ke Belanda pada tahun 2007 lalu. Timnas U-23 yang diproyeksikan untuk mengikuti kejuaraan Sea Games Qatar, disekolahkan sepak bola dinegara Belanda. Selama kurang lebih enam bulan timnas U-23 berada di negara Belanda tersebut. Pengiriman yang konon merogoh kocek sebesar 20 M tersebut, memang tampil bermain di Sea Games Qatar, namun hasil nihilistis dan mengecewakan yang lagi – lagi harus diterima Indonesia. Timnas U-23 yang harus menelan pilpahit dengan dihajar Iran 6 gol tanpa balas, dan yang tak kalah mengecewakannya adalah tak satu golpun yang dapat disarangkan oleh pemain Indonesia U-23 pada waktu itu.

Selain pembinaan pemain secara instan, PSSI juga tidak serius dan komitmen untuk memajukan sepak bola kita. Ketidak seriusan dan ketidak komitmenan ini dapat kita lihat pada sistem liga yang berubah - ubah, pembinaan pemain muda instan, tentang kuota pemain asing, jumlah tim peserta ,dan jadwal yang tidak pasti.

Awal mula Liga sepak bola Indonesia adalah Perserikatan dan Galatama. Dari Perserikatan dan Galatama tersebut kemudian PSSI melebur menjadi satu dan mengememasnya menjadi Liga Indonesia. Tidak berhenti disitu, PSSI pun merubah format Liga dengan sistem dua wilayah. Sistem dua wilayah tersebut hanya dapat bertahan seumur jagung, dengan menghadirkan sistem Liga satu wilayah kembali Disisni PSSI seolah – olah mencari format yang ideal untuk persepak bolaan Indonesia. Dikemudian hari PSSI dituntut untuk membentuk suatu badan hukum dalam ranah sepak bola oleh badan tertinggi sepak bola dunia yaitu FIFA, tak khayal PSSI lalu membentuk satu tingkatan Liga lagi yang kita kenal sekarang dengan sebutan Indonesia Super Ligue (ISL).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar